TSMlBUA7TprpTUG5BSGlTfA7GA==

UGM Resmi Pecat Guru Besar Edy Meiyanto, Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Akademik Kembali Disorot

 

UGM Resmi Pecat Guru Besar Edy Meiyanto, Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Akademik Kembali Disorot
Gambar : NusaBali.com


Jogjaterkini.id – Universitas Gadjah Mada (UGM) resmi menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Prof. Edy Meiyanto, guru besar Fakultas Farmasi, menyusul hasil pemeriksaan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) yang menyatakan ia terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap sejumlah korban. Keputusan pemecatan ini menjadi langkah tegas UGM dalam menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, sekaligus menjadi sorotan publik terkait isu keselamatan ruang akademik.

Sekretaris UGM, Andi Sandi, menjelaskan bahwa kasus ini mulai bergulir sejak sekitar tahun 2023 dan mencuat ke permukaan setelah dilaporkan secara resmi kepada pihak kampus pada 2024.

"Jadi memang (kasus yang menjerat Edy Meiyanto) yang dilaporkan ke UGM itu kan di tahun 2024 gitu ya, dan proses pemeriksaannya itu dilakukan oleh Satgas PPKS," ujarnya saat dihubungi wartawan pada Jumat (4/4/2025).

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa laporan pertama datang dari pimpinan fakultas dan ditindaklanjuti oleh Satgas PPKS dengan memeriksa 13 orang, termasuk saksi dan korban.

"Ya, jadi yang kami periksa yang diperiksa oleh teman-teman Satgas itu adalah saksi dan juga korban, itu yang terjadi 2023–2024," jelasnya.

Meskipun begitu, Sandi mengungkapkan bahwa informasi yang beredar di luar menyebutkan adanya dugaan kejadian serupa yang terjadi sebelum periode tersebut, namun pihak Satgas hanya menangani kasus berdasarkan laporan resmi yang masuk pada 2024.

Dugaannya Terjadi di Luar Kampus

Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa tindakan kekerasan dilakukan pelaku di luar area kampus, dengan modus mengajak korban berdiskusi dalam konteks bimbingan akademik.

"Jadi pertengahan 2024 sudah dibebastugaskan sejak laporan dilakukan oleh pimpinan fakultas ke satgas," tambah Sandi.

Langkah pembebastugasan tersebut menyasar seluruh aktivitas tridharma perguruan tinggi, termasuk pencopotan jabatan Edy sebagai Kepala Lab Biokimia Pascasarjana dan Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi.

Satgas PPKS UGM merekomendasikan pemberian sanksi dari kategori sedang hingga berat karena pelanggaran terhadap Pasal 3 ayat 2 Peraturan Rektor UGM No 1 Tahun 2023.

"Jadi prinsipnya, dari sisi pemeriksaan, itu dilaporkan 2024, pertengahan, dan kemudian akhir 2024 itu direkomendasikan oleh Satgas PPKS ke kami, dan keputusan Rektornya itu menyebutkan yang bersangkutan untuk dikenai sanksi sedang sampai berat," tegas Sandi.

Status ASN dan Gelar Guru Besar

UGM juga telah menyampaikan rekomendasi terkait status kepegawaian Edy sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) kepada kementerian. Sebab, meski kampus memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi akademik, status kepegawaian dan jabatan guru besar berada di bawah otoritas pemerintah pusat.

"Status guru besar itu diajukan kepada pemerintah ya khususnya kementerian. Jadi SK-nya itu keputusannya adalah kementerian. Oleh karena itu, kalau kemudian guru besarnya mau tidak mau, keputusannya harus dikeluarkan oleh kementerian. Tidak ada kewenangan itu ke UGM," ungkapnya.

Namun demikian, sejak pertengahan Maret 2025, Menteri Diktisaintek memberikan delegasi kewenangan kepada pimpinan Perguruan Tinggi Negeri untuk menangani kasus seperti ini secara internal.

"Oleh karena itu, kami ini setelah waktu liburan Idul Fitri ini, kita akan menetapkan keputusan itu," katanya.

Pemecatan Berdasarkan Bukti Kuat

Pemecatan Prof. Edy Meiyanto dituangkan dalam Keputusan Rektor UGM Nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tertanggal 20 Januari 2025. Keputusan tersebut diambil berdasarkan bukti dan catatan pemeriksaan yang menyatakan bahwa Edy terbukti melakukan kekerasan seksual serta melanggar kode etik dosen.

"Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa terlapor terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023," tegas Sandi.

Langkah awal pencegahan sebenarnya telah dilakukan sejak 12 Juli 2024, ketika pihak fakultas mencopot Edy dari jabatan struktural sebagai bentuk perlindungan terhadap korban dan upaya menjaga ruang aman di lingkungan akademik.

"Salah satu tindakan cepat awal yang dilakukan oleh universitas dan fakultas adalah dengan membebaskan Terlapor dari kegiatan tridharma perguruan tinggi dan jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi," imbuhnya.

Evaluasi dan Komitmen Kampus

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi institusi pendidikan tinggi mengenai pentingnya sistem pelaporan dan pencegahan kekerasan seksual yang efektif. UGM, melalui Satgas PPKS, dinilai telah mengambil langkah berani meskipun prosesnya cukup panjang.

Dengan keputusan tegas ini, UGM sekaligus memperkuat komitmennya dalam menjaga integritas dan keamanan sivitas akademika. Ke depan, tantangan utama kampus adalah membangun sistem pendampingan korban yang lebih responsif serta mengintensifkan sosialisasi tentang kekerasan seksual agar tidak ada lagi ruang abu-abu bagi pelaku di lingkungan akademik.

Sumber : DetikJogja

Ketik kata kunci lalu Enter

close