TSMlBUA7TprpTUG5BSGlTfA7GA==

Sejarah Bakpia Jogja, Kuliner yang Mengikat Dua Tradisi

 

Sejarah Bakpia Jogja, Kuliner yang Mengikat Dua Tradisi
Gambar : Bisik.id

Jogjaterkini.id - Yogyakarta dikenal tidak hanya sebagai Kota Pendidikan, tetapi juga sebagai surga kuliner yang kaya akan cita rasa. Salah satu oleh-oleh khas yang tak pernah sepi peminat adalah bakpia. Makanan ini selalu menjadi buruan wisatawan, terutama saat musim liburan. Namun, tahukah Anda bahwa bakpia merupakan hasil akulturasi budaya antara Jawa dan China?

Asal Usul Bakpia, Warisan Budaya China di Tanah Jawa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bakpia didefinisikan sebagai panganan berbentuk bulat pipih yang terbuat dari tepung terigu dengan isi kacang hijau. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, varian isian bakpia pun semakin beragam, mulai dari keju, cokelat, hingga kumbu hitam.

Menurut buku Pahlawan Ekonomi Kreatif karya Yohanes Agatha Engel dan Heru Susanto, bakpia berasal dari makanan khas China yang bernama tou luk pia. Perbedaannya terletak pada isiannya, di mana versi asli dari China mengandung minyak babi, sementara bakpia Jogja telah disesuaikan agar dapat dinikmati oleh berbagai kalangan.

Awal Mula Bakpia di Jogja, Bukan dari Pathuk

Meskipun kawasan Pathuk kini dikenal sebagai pusat produksi bakpia, sejarah mencatat bahwa makanan ini pertama kali diperkenalkan di Suryowijayan, Yogyakarta. Berdasarkan catatan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, resep bakpia dibawa oleh Kwik Sun Kwok, seorang keturunan Tionghoa asal Wonogiri pada tahun 1940-an.

Kwik Sun Kwok memulai usahanya dengan menyewa tempat di Kampung Suryowijayan, Mantrijeron. Setelah ia pindah, usahanya diteruskan oleh Niti Gurnito, yang kemudian memperluas pasar bakpia hingga ke daerah Prambanan, Sleman, dan Bantul. Saat itu, bakpia hasil produksinya dikenal dengan nama Bakpia Tamansari atau Bakpia Niti Gurnito. Hingga kini, usaha ini masih bertahan tanpa membuka cabang dan dapat dikunjungi di Jalan Suryowijayan Nomor 6, Gedongkiwo, Yogyakarta.

Munculnya Bakpia Pathuk yang Legendaris

Beberapa tahun setelah Bakpia Niti Gurnito berkembang, Liem Bok Sing, seorang warga keturunan China yang awalnya berprofesi sebagai penjual arang, mulai tertarik untuk memproduksi bakpia. Diyakini bahwa Kwik Sun Kwok memberikan informasi mengenai bakpia kepada Liem Bok Sing, yang kemudian mengembangkan resepnya sendiri dan mulai berjualan pada tahun 1948.

Pada tahun 1955, Liem Bok Sing memindahkan usahanya ke daerah Pathuk. Sejak saat itu, produksi bakpia semakin berkembang dan menarik minat warga sekitar untuk ikut berbisnis serupa. Usaha milik Liem Bok Sing kini dikenal dengan nama Bakpia Pathuk 75. Selain itu, terdapat pula Bakpia Pathuk 25, yang awalnya bernama Bakpia Pathuk 38 sebelum berganti nama pada era 1980-an.

Menurut Badan Otorita Borobudur (BOB), Bakpia Pathuk 25 dan 75 memiliki sejarah yang hampir bersamaan dalam perkembangannya. Hingga kini, kawasan Pathuk tetap menjadi pusat oleh-oleh bakpia yang selalu ramai dikunjungi wisatawan.

Perpaduan Budaya dalam Sepotong Bakpia

Dari sejarahnya, bakpia dapat dikatakan sebagai simbol akulturasi budaya antara China dan Jawa. Dulunya, tou luk pia menggunakan minyak babi sebagai salah satu bahan utama. Namun, setelah masuk ke Jogja, bahan tersebut dihilangkan sehingga bakpia dapat dikonsumsi oleh semua kalangan.

Hingga kini, bakpia terus mengalami inovasi dalam hal rasa dan kemasan, menjadikannya salah satu ikon kuliner Yogyakarta yang mendunia. Jadi, bagi Anda yang berkunjung ke Jogja, jangan lupa mencicipi kelezatan bakpia dari berbagai generasi pembuatnya!

Ketik kata kunci lalu Enter

close