TSMlBUA7TprpTUG5BSGlTfA7GA==

12 Kuliner Khas Jogja yang Menggugah Selera dan Penuh Filosofi

 

12 Kuliner Khas Jogja yang Menggugah Selera dan Penuh Filosofi


Jogjaterkini.id - Indonesia sebagai negara kepulauan kaya akan ragam kuliner tradisional yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Setiap daerah memiliki hidangan khas yang tidak hanya unik dalam rasa, tetapi juga menyimpan cerita dan nilai budaya di dalamnya. Salah satu provinsi yang terkenal akan warisan kulinernya adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Di Yogyakarta, kuliner tidak sekadar soal cita rasa, tetapi juga mengenai filosofi, tradisi, dan sejarah yang mendalam.

Berikut ini adalah beberapa hidangan khas Yogyakarta yang perlu Anda ketahui, lengkap dengan cerita menarik di balik setiap sajiannya.

1. Gudeg: Simbol Keuletan Masyarakat Yogyakarta

Gudeg merupakan ikon utama dari Yogyakarta. Hidangan berbahan dasar nangka muda ini diolah dengan teknik masak yang dikenal sebagai hangudek atau “mengaduk” dalam bahasa Jawa. Proses panjang memasak gudeg mencerminkan kesabaran dan ketekunan masyarakat Yogyakarta. Gudeg juga terus berinovasi dalam bentuk pengemasan, kini tersedia dalam kemasan kaleng untuk menjaga keawetan dan memperluas jangkauan pasarnya.

2. Sate Klathak: Sate Khas dengan Sentuhan Jeruji Sepeda

Sate Klathak berbeda dari sate pada umumnya. Menggunakan daging kambing muda, sate ini ditusuk menggunakan jeruji besi sepeda alih-alih tusukan bambu biasa. Jeruji besi membuat daging lebih cepat matang karena panas yang merata. Bagi para wisatawan, Sate Klathak bukan hanya kuliner lezat, tapi juga pengalaman unik untuk memahami keberagaman budaya satai di Indonesia.

3. Berongkos: Kelezatan Berbumbu Keluak

Berongkos, atau brongkos, adalah hidangan berkuah pekat berwarna gelap yang didapatkan dari penggunaan keluak sebagai bumbu utama. Daging sapi dan rempah pilihan dimasak hingga menghasilkan rasa gurih dan kaya akan aroma khas keluak. Hidangan ini kerap menjadi favorit dalam acara-acara adat, memberikan kesan mewah namun tetap sarat makna.

4. Gatot dan Tiwul: Dari Makanan Sederhana Menjadi Sajian Ikonik

Gatot dan tiwul adalah makanan berbahan dasar singkong yang difermentasi. Proses fermentasi ini bukan hanya membuatnya mudah dicerna tetapi juga menambah nilai gizi. Di masa lalu, tiwul merupakan makanan pokok pengganti nasi bagi masyarakat Yogyakarta pada musim paceklik. Kini, gatot dan tiwul dihargai sebagai warisan kuliner yang membawa kenangan masa lalu.

5. Wajik: Penganan Manis dalam Setiap Upacara Adat

Terbuat dari beras ketan yang dimasak bersama santan dan gula kelapa, wajik adalah simbol manisnya hubungan dalam upacara pernikahan adat Jawa. Kelekatan dan rasa manisnya menggambarkan harapan akan kebersamaan dan kemakmuran. Wajik bukan sekadar kudapan, melainkan perlambang dari nilai kebersamaan dalam tradisi masyarakat Jawa.

6. Apem: Sajian Penebus Dosa

Apem, yang asal katanya dari bahasa Arab "afwan" (maaf), merupakan kue yang identik dengan tradisi permintaan maaf. Dalam budaya Jawa, apem sering dibagikan kepada kerabat dan tetangga menjelang bulan Ramadan sebagai lambang saling memaafkan. Kue ini juga disajikan dalam berbagai upacara adat, menambah kesan religius dalam setiap gigitan.

7. Kipo: Cita Rasa Tradisi dari Kotagede

Kipo adalah makanan kecil berwarna hijau yang berasal dari daerah Kotagede. Nama “kipo” diambil dari ungkapan "iki opo?" yang artinya "ini apa?" dalam bahasa Jawa. Berukuran kecil namun penuh cita rasa, kipo memiliki isian manis dari campuran gula dan kelapa yang membuatnya populer di kalangan masyarakat lokal maupun wisatawan.

8. Jenang Garut: Alternatif Sehat untuk Pencernaan

Jenang garut dibuat dari tepung garut yang diolah menjadi bubur. Umbi garut ini memiliki kandungan serat yang tinggi, sehingga baik untuk pencernaan. Selain itu, jenang garut juga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes karena kadar gula yang rendah. Jenang garut adalah pilihan makanan tradisional yang tetap relevan dan bermanfaat bagi kesehatan.

9. Geplak: Warna-warni Manis dari Bantul

Geplak, camilan khas dari Bantul, dibuat dari gula kelapa, kelapa parut, dan tepung beras. Awalnya geplak hanya berwarna putih, tetapi kini banyak ditemukan dengan warna-warna cerah. Geplak mengingatkan kita akan sejarah industri gula di Bantul yang telah ada sejak zaman kolonial Belanda. Setiap warna geplak memiliki rasa yang berbeda, menambah daya tarik bagi para pecinta kuliner.

10. Yangko: Manis Kenyal yang Terkenal dari Kotagede

Yangko adalah kue yang berasal dari Kotagede. Dikenal sebagai makanan yang kenyal dan manis, kue ini merupakan simbol dari kesabaran dan keuletan dalam proses pembuatannya. Sejak diperkenalkan pada tahun 1921, yangko terus berinovasi dalam cita rasa dan kemasan. Kini, yangko menjadi oleh-oleh khas yang dicari oleh wisatawan.

11. Wedang Ronde: Minuman Hangat untuk Kebersamaan

Wedang ronde adalah minuman berbahan dasar jahe yang disajikan hangat. Dikenal sebagai minuman khas yang menghangatkan, wedang ronde memiliki akar budaya dari Tiongkok, di mana minuman serupa dikenal dengan nama tangyuan. Sajian ini sering dikonsumsi dalam suasana santai bersama keluarga atau teman, menciptakan momen kebersamaan dalam setiap cangkirnya.

12. Wedang Uwuh: Minuman Herbal dari "Sampah" Rempah

Wedang uwuh, minuman herbal yang berasal dari Imogiri, menggunakan berbagai rempah seperti kayu secang, jahe, dan cengkih yang terlihat seperti “sampah” ketika disajikan. Minuman ini tidak hanya menyegarkan, tetapi juga memiliki manfaat kesehatan karena kaya akan bahan alami berkhasiat.

Kesimpulan

Kuliner khas Yogyakarta lebih dari sekadar hidangan; setiap makanan memiliki cerita, makna, dan filosofi yang mencerminkan budaya dan sejarah masyarakat Jawa. Dari gudeg yang menjadi ikon hingga wedang uwuh yang penuh manfaat kesehatan, setiap sajian khas ini membawa kita lebih dekat pada nilai-nilai luhur masyarakat Yogyakarta. Bagi wisatawan, menikmati kuliner ini adalah pengalaman yang tak terlupakan, menghubungkan antara rasa, budaya, dan cerita yang terkandung di dalamnya.

Ketik kata kunci lalu Enter

close
banner pasang iklan 970x90 pewarta network