Gambar : Radar Merapi |
Bantul -, Jogjaterkini.id - Pemerintah Kabupaten Bantul terus menunjukkan komitmennya dalam mengelola sampah dengan cara yang lebih berkelanjutan. Salah satu upaya terbaru adalah pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Modalan, Kelurahan Banguntapan. Desain TPST ini diproyeksikan ramah lingkungan serta melibatkan masyarakat setempat dalam proses operasionalnya.
“TPST Modalan ini memang kita desain ramah lingkungan, tenaga kerja juga kita mengakomodasi dari masyarakat sekitar,” kata Bambang Purwadi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bantul dikutip dari Harian Jogja.
Selain berfungsi untuk mengelola sampah, TPST Modalan juga diharapkan dapat berperan sebagai penggerak ekonomi lokal. Sampah organik akan diolah menjadi pupuk kompos, sementara sampah non-organik akan disalurkan ke industri daur ulang untuk diproses menjadi bahan campuran pembuatan paving blok. Dengan kapasitas pengelolaan mencapai 50 ton sampah per hari, TPST ini diharapkan mampu mengatasi sebagian besar permasalahan sampah di Bantul.
Fase Pengoperasian Bertahap
Proses pengoperasian TPST Modalan akan dilakukan secara bertahap, dengan target awal beroperasi sebesar 15 persen hingga akhir tahun 2024. Bambang menjelaskan, "Pada 2025 kita harapkan sudah bisa mencapai 35 persen, dan secara penuh beroperasi pada 2026."
Namun, tantangan utama dalam operasional TPST Modalan bukan hanya terletak pada infrastruktur, tetapi juga pada kesiapan sumber daya manusia (SDM). Menurut Bambang, pihaknya tengah mempersiapkan pelatihan bagi operator serta perawatan peralatan untuk memastikan kelancaran dan keberlanjutan operasional fasilitas tersebut.
Kontribusi TPST Lain di Bantul
Selain TPST Modalan, Pemkab Bantul telah mengoperasikan dua fasilitas pengelolaan sampah lainnya, yakni Intermediate Treatment Facility (ITF) di Pasar Niten dan TPST Dingkikan Argodadi di Sedayu. ITF Pasar Niten berfokus pada pengelolaan sampah dari pasar-pasar rakyat dengan kapasitas pengolahan lima ton sampah per hari. Di sini, sampah organik diolah menjadi kompos menggunakan teknologi rotary kiln.
Sementara itu, TPST Dingkikan Argodadi mengolah sampah non-organik menjadi bahan bakar alternatif atau refuse derived fuel (RDF). RDF yang dihasilkan bahkan telah dijalin kerjasama dengan perusahaan di Cilacap, Jawa Tengah, dan telah mengirimkan lebih dari 100 ton RDF dalam pengiriman perdananya.
“Pengoperasian tiga TPST di Kabupaten Bantul tersebut merupakan komitmen serius Pemkab Bantul untuk mengatasi persoalan sampah secara mandiri,” tambah Bambang.
Peluang Ekonomi dan Lingkungan
Langkah inovatif yang diambil Pemkab Bantul ini tidak hanya memberikan solusi bagi masalah sampah yang kerap menjadi sorotan, namun juga menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat lokal. Pelibatan tenaga kerja lokal dan kerjasama dengan industri daur ulang diharapkan dapat menciptakan sinergi positif antara aspek lingkungan dan ekonomi.
Dengan demikian, pembangunan TPST Modalan dan fasilitas lainnya tidak hanya membantu mengurangi volume sampah yang menumpuk, tetapi juga memberikan nilai tambah melalui produk daur ulang serta mendukung pengembangan ekonomi masyarakat setempat.
Ke depan, Pemkab Bantul berharap langkah-langkah pengelolaan sampah yang terintegrasi dan berkelanjutan ini dapat menjadi model bagi wilayah lain di Indonesia yang tengah berjuang menghadapi tantangan serupa.