TSMlBUA7TprpTUG5BSGlTfA7GA==

Terjerat Kasus Mafia Tanah, Lurah Caturtunggal Diberhentikan dengan Tidak Hormat

 

Gambar : Yogya Pos

Jogjaterkini.id  -  Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman akhirnya melakukan pemecatan secara tidak hormat terhadap Lurah Caturtunggal, Depok, Agus Santoso, yang sebelumnya sudah berstatus nonaktif. Pemecatan ini merupakan buntut dari keterlibatannya dalam kasus mafia tanah kas desa (TKD), yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan (DPMK) Sleman, Samsul Bakri, menjelaskan bahwa proses pemecatan ini dilakukan setelah pihaknya menerima salinan putusan kasasi dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). "Akan diberhentikan secara tidak hormat karena memang terbukti bersalah dan melakukan korupsi," ujar Samsul, Kamis (12/9/2024).

Proses Hukum dan Pemecatan yang Berjalan

Proses pemecatan terhadap Agus Santoso tinggal menunggu formalitas akhir. Draft pemberhentian sudah selesai dan sedang dalam proses penelitian di Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Sleman. Proses ini juga mengacu pada Undang-Undang No. 3/2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 6/2014 mengenai Desa, yang menyatakan bahwa pemberhentian lurah memerlukan persetujuan bupati.

"Mudah-mudahan sebelum akhir bulan prosesnya sudah selesai semua," tambah Samsul.

Meski putusan kasasi dari Mahkamah Agung sudah keluar sejak 22 Juli 2024, Samsul mengakui bahwa pihaknya tidak bisa mengambil keputusan secara instan tanpa menerima salinan putusan secara resmi. Setelah menerima salinan, proses pemecatan langsung dilakukan dengan cepat.

Putusan Mahkamah Agung

Putusan Mahkamah Agung dengan nomor: 3713K/Pid.Sus/2024 tertanggal 22 Juli 2024 menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada Agus Santoso. Selain hukuman penjara, terpidana juga dikenakan denda sebesar Rp200 juta dengan subsider dua bulan kurungan. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp350 juta. Jika tidak dibayarkan, harta benda terpidana akan disita dan dilelang untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Jika aset yang dimiliki tidak mencukupi untuk melunasi uang pengganti, maka hukuman tambahan berupa pidana penjara selama 1,5 tahun akan dijatuhkan.

Eksekusi Putusan dan Penegakan Hukum

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Sleman, Indra Aprio Handry Saragih, menjelaskan bahwa eksekusi terhadap Agus Santoso telah dilakukan, dan ia saat ini sedang menjalani hukuman penjara. Namun, tugas Kejaksaan belum selesai sepenuhnya. Tim dari Kejari Sleman masih harus memastikan bahwa denda dan uang pengganti yang dijatuhkan oleh pengadilan dapat dipenuhi oleh terpidana.

Untuk denda Rp200 juta, Agus Santoso wajib membayarnya, dan jika tidak mampu, ia akan dikenakan hukuman kurungan tambahan selama dua bulan. Sementara itu, terkait uang pengganti, Kejari siap melakukan penyitaan aset jika terpidana tidak membayar jumlah yang diwajibkan.

Implikasi Kasus bagi Pemerintahan Desa

Kasus korupsi yang melibatkan lurah ini telah menambah daftar panjang pejabat daerah yang terjerat kasus hukum, khususnya yang terkait dengan pengelolaan tanah kas desa. Selain mempengaruhi reputasi pemerintah desa, kasus ini juga menyoroti pentingnya pengawasan lebih ketat dalam pengelolaan aset desa, terutama tanah kas desa yang sering kali menjadi objek penyalahgunaan wewenang.

Pemberhentian Agus Santoso diharapkan menjadi peringatan bagi aparatur desa lainnya agar lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya, khususnya dalam pengelolaan aset yang menjadi hak milik masyarakat. Pemkab Sleman sendiri berkomitmen untuk terus memperbaiki tata kelola desa dan memperkuat sistem pengawasan demi mencegah kasus serupa terulang di masa depan.

Upaya Pembenahan ke Depan

Pemkab Sleman menyadari bahwa kasus mafia tanah kas desa seperti ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Oleh karena itu, selain menegakkan hukum, pemerintah juga perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki regulasi pengelolaan aset desa. Pengawasan yang lebih ketat dan transparan diharapkan mampu menutup celah-celah yang selama ini dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Dengan demikian, masyarakat berharap bahwa kasus ini menjadi momentum untuk memperkuat reformasi tata kelola pemerintahan desa, bukan hanya di Sleman, tetapi juga di seluruh Indonesia.

Sumber : Harian Jogja

Ketik kata kunci lalu Enter

close
banner pasang iklan 970x90 pewarta network