TSMlBUA7TprpTUG5BSGlTfA7GA==

BPS DIY: Penurunan Kelas Menengah Nasional Perlu Diteliti Lebih Dalam di Regional

 

BPS DIY: Penurunan Kelas Menengah Nasional Perlu Diteliti Lebih Dalam di Regional


Jogjaterkini.id - Penurunan kelas menengah yang menjadi sorotan beberapa waktu terakhir turut mendapat tanggapan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kepala BPS DIY, Herum Fajarwati, menjelaskan bahwa hingga saat ini, pihaknya belum melakukan kajian mendalam terkait fenomena ini secara regional di Yogyakarta.

Menurut Herum, di tingkat nasional, tren penurunan kelas menengah sudah terlihat, di mana konsumsi masyarakat untuk barang non-makanan mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa daya beli kelas menengah terus menurun.

"Antara pendapatan dengan kenaikan-kenaikan harga itu gak seimbang juga, harga naik mungkin pendapatan gak begitu naik," ujarnya saat ditemui pada Sabtu (14/9/2024).

Herum menambahkan, untuk memperoleh gambaran lebih jelas mengenai situasi kelas menengah di DIY, perlu dilakukan kajian yang lebih mendetail. "Jadi kami belum bedah," tegasnya. Ia pun mengakui bahwa isu mengenai penurunan kelas menengah baru menjadi perhatian belakangan ini.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY Bidang Ketenagakerjaan, Timotius Apriyanto, menilai bahwa menaikkan kelas menengah merupakan tugas yang tidak mudah. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pengetatan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), di mana BBM subsidi sebagian besar dikonsumsi oleh kelompok kelas menengah.

Di samping itu, rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% juga menjadi tantangan tersendiri bagi daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah. "Dari sisi pekerja, mereka menyampaikan aspirasi tentang listrik yang mahal," kata Timotius.

Ia menambahkan bahwa kondisi ekonomi makro Indonesia, termasuk DIY, saat ini sedang dalam keadaan yang kurang stabil. "Ekonomi makro Indonesia dan DIY sedang tidak baik-baik saja, deflasi 4 kali, apalagi didorong penurunan kelas menengah," ungkapnya.

Timotius juga mengungkapkan kekhawatirannya jika pemerintah tidak segera memberikan kebijakan insentif kepada kelas menengah. Menurutnya, dampak dari ketidakseimbangan ini akan semakin memperburuk kondisi ekonomi. "Kami khawatir jika pemerintah tidak serius memberikan insentif kebijakan kepada kelas menengah, dampaknya akan memburuk," ucapnya.

Ia menyoroti perlunya perhatian pemerintah dalam memberikan insentif tidak hanya kepada kelas atas melalui kebijakan pajak, tetapi juga kepada kelas menengah yang saat ini menghadapi tekanan ekonomi yang cukup berat. Di sisi lain, bantuan sosial juga perlu terus diberikan kepada kelompok masyarakat kelas bawah.

Sebelumnya, BPS mencatat bahwa jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia terus mengalami penurunan selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2024, jumlah penduduk kelas menengah tercatat sebanyak 47,85 juta orang, menurun dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 57,33 juta orang. Sementara itu, jumlah penduduk yang termasuk dalam kategori "menuju kelas menengah" (aspiring middle class) mencapai 137,5 juta jiwa pada 2024, lebih tinggi dibandingkan 2019 yang sebanyak 128,85 juta jiwa.

Fenomena ini mencerminkan dinamika ekonomi yang semakin kompleks, khususnya dalam menjaga keseimbangan antara kenaikan harga dan pendapatan masyarakat. Pemerintah diharapkan dapat segera merespon situasi ini dengan kebijakan yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, terutama di kalangan kelas menengah.


Ketik kata kunci lalu Enter

close
banner pasang iklan 970x90 pewarta network