TSMlBUA7TprpTUG5BSGlTfA7GA==

Kemarau Panjang, Produksi Ikan di Sleman Terancam Menurun Hingga 30%


Kemarau Panjang, Produksi Ikan di Sleman Terancam Menurun Hingga 30%
Gambar : Kumparan



 Sleman - Jogjaterkini.id - Dampak musim kemarau yang berkepanjangan mulai dirasakan secara nyata oleh para pembudi daya ikan di Kabupaten Sleman. Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Sleman melaporkan bahwa sekitar 171,1 hektare kolam ikan mengalami kekeringan, mengakibatkan penurunan produktivitas perikanan hingga 30%.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Sleman, Suparmono, menyatakan bahwa kekeringan ini telah melanda wilayah Sleman sejak Juli 2024. "Musim kemarau telah memberikan dampak yang signifikan bagi sektor perikanan di Bumi Sembada. Luas total kolam ikan di Sleman mencapai 1.134 hektare, yang tersebar di berbagai kapanewon seperti Kalasan, Cangkringan, Ngemplak, Turi, dan Mlati," ungkap Suparmono, Rabu (21/8/2024).

Kekeringan yang melanda Sleman membuat pasokan air berkurang drastis, sehingga 171,1 hektare kolam ikan mengering. Hal ini menyebabkan kolam-kolam tersebut tidak dapat digunakan untuk budidaya ikan, dengan total luas kolam yang berkurang sekitar 15% dibandingkan kondisi normal. "Otomatis tidak bisa digunakan untuk budidaya ikan karena airnya tidak ada. Total luas kolam ikan berkurang 15% dari waktu normal," jelas Suparmono.

Selain kekeringan, penurunan suhu air selama musim kemarau juga memicu perkembangan patogen yang menyebabkan penyakit pada ikan. Parasit endemik seperti Trichodina dan bakteri Aeromonas sp ditemukan berkembang biak di berbagai wilayah perairan budidaya ikan di Sleman, yang semakin memperburuk situasi. "Parasit endemi seperti Trichodina ditemukan hampir di seluruh wilayah perairan budidaya di Sleman, juga ditemukan Bakteri Aeromas sp yang berkembang dan menyerang ikan," tambahnya.

Kondisi ini memaksa para pembudi daya untuk melakukan panen lebih awal guna menghindari risiko kolam yang mengering. Namun, langkah ini menyebabkan pertumbuhan ikan tidak optimal, sehingga berujung pada penurunan produksi. "Pemeliharaan tidak optimal karena warga memanen lebih awal karena takut kolamnya mengering. Di sisi lain, juga ada serangan hama membuat pertumbuhan tidak berjalan dengan baik," kata Suparmono.

Sementara itu, Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan air selama musim kemarau ini. Langkah penghematan air dinilai penting untuk menjaga ketersediaan air di tengah berkurangnya debit air selama musim kemarau. "Air harus dimanfaatkan dengan bijak. Jangan boros karena debit air saat kemarau berkurang," kata Kustini, Minggu (18/8/2024).

Ia juga menambahkan bahwa perilaku hemat air bisa diterapkan dengan tidak membuka keran air secara terus menerus dan hanya menggunakan air sesuai kebutuhan. "Harapannya dengan lebih berhemat, maka pasokan bisa tetap tercukupi," tambah Kustini.

Selain itu, Kustini juga menyoroti kondisi sumber air di Lereng Merapi yang menjadi pemasok utama air di Sleman. Sumber air tersebut turut terganggu akibat erupsi Merapi yang menyebabkan tertutupnya sumber air oleh abu vulkanik. "Memang sumbernya tertutup abu vulkanik dari erupsi Merapi. Jadi, debitnya banyak berkurang," ungkapnya.

Dengan situasi ini, Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Sleman terus berupaya mencari solusi untuk mengatasi dampak kekeringan, termasuk dengan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengelolaan air yang bijak dan peningkatan kewaspadaan terhadap serangan hama penyakit pada ikan.

Sumber : Harian Jogja

Ketik kata kunci lalu Enter

close
banner pasang iklan 970x90 pewarta network