Gambar : Kompas |
Jogjaterkini.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi sorotan setelah batal mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang digelar pada Kamis (22/8/2024). Ketidakmampuan DPR mencapai kuorum menjadi alasan utama tertundanya pengesahan tersebut. Namun, keputusan ini masih meninggalkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat dan pengamat hukum.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengungkapkan bahwa keputusan ini diambil karena jumlah anggota yang hadir, baik secara fisik maupun daring, tidak memenuhi kuorum yang diperlukan untuk melanjutkan pengesahan. "Rapat paripurna hanya bisa diselenggarakan pada hari Kamis dan Selasa, sehingga mustahil untuk mengesahkan RUU Pilkada pada Selasa pekan depan," kata Dasco.
Namun, pernyataan ini justru memicu kekhawatiran di kalangan akademisi. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona, memperingatkan masyarakat agar tidak menganggap keputusan ini sebagai pembatalan sepenuhnya. "Kita harus hati-hati ya dengan praktik seperti ini karena kenyataan yang batal itu bukan berarti keputusan badan legislatif (baleg) benar-benar dibatalkan, tetapi batal, dalam pengertian yang disampaikan oleh Waketum DPR, untuk disahkan di rapat paripurna," ujarnya.
Yance menekankan bahwa pembatalan ini hanya berlaku pada pengesahan di rapat paripurna, dan bukan berarti RUU Pilkada tidak akan disahkan sama sekali. Menurutnya, RUU tersebut masih bisa disahkan kapan saja, termasuk pada hari Selasa (27/8/2024) mendatang, ketika pendaftaran Pilkada 2024 berlangsung.
"Artinya, bisa saja RUU Pilkada disahkan sewaktu-waktu, tak terkecuali di hari Selasa pekan depan," tambah Yance. Ia juga menyoroti bahwa pernyataan Dasco masih menggantung dan belum memberikan kepastian yang jelas kepada publik. "Kalau RUU Pilkada memang dibatalkan, perlu ada putusan baleg yang baru dan tidak hanya diwakilkan satu orang saja untuk menyampaikan ke publik," tegasnya.
Yance juga menyoroti perlunya tindakan konkret dari DPR jika memang berniat membatalkan revisi RUU Pilkada. Ia menyarankan agar baleg DPR mengambil langkah tegas dengan membuat keputusan baru untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU tersebut. "Langkah yang paling konkret adalah keputusan di tingkat pimpinan DPR untuk menunjukkan pembahasan RUU itu tidak akan diagendakan rapur dalam waktu tertentu, atau bahkan tidak akan diadakan rapur sampai DPR berganti," jelasnya.
Meski demikian, Yance mengingatkan bahwa peluang pengesahan RUU Pilkada masih terbuka lebar. "Jangan-jangan nanti ada disahkan ketika injury time. Misalkan di hari terakhir pendaftaran (Pilkada 2024), dan nanti bisa langsung diundangkan hari itu dan berlaku, kemudian bisa dimanfaatkan (mereka yang punya) kepentingan," tutupnya.
Pernyataan Yance menegaskan pentingnya masyarakat untuk tetap waspada dan kritis terhadap keputusan-keputusan yang diambil oleh DPR, terutama menjelang Pilkada 2024 yang semakin dekat.
Sumber : Tribun Jogja